Logo RTC
Logo AMSI
Logo HUT RTC Ke 20
 
Survei Perdana ILO dan BRIN: Awak Kapal Perikanan Indonesia Masih Rentan Eksploitasi



Riauterkini-JAKARTA– Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memaparkan temuan-temuan utama dari survei mengenai pekerjaan layak di sektor perikanan tangkap laut di Jakarta pada 11 Maret 2025. Survei ini berupaya mengukur kondisi kerja di kapal penangkapan ikan, termasuk indikator utama pekerjaan yang layak seperti pola rekrutmen, status pekerjaan, perjanjian kerja, penghasilan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), jaminan sosial, kebebasan berserikat dan prevalensi pekerja anak serta pekerja paksa.

Dilakukan selama satu tahun dari November 2023 hingga September 2024, survei ini menjangkau 3,396 awak kapal perikanan di 18 pelabuhan yang mencakup empat jenis pelabuhan, yaitu Pelabuhan Perikanan Laut (PPS), Pelabuhan Pelayaran Nusantara (PPN), Pelabuhan Perairan Pesisir (PPP) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Survei ini pun diperkaya dengan penelitian kualitatif termasuk diskusi kelompok terpumpun, wawancara dengan para informan utama dan lokakarya konsultatif dengan berbagai pemangku kepentingan. Survei ini terfokus pada isu-isu ketenagakerjaan bagi awak kapal perikanan yang bekerja di atas kapal penangkapan ikan Indonesia.

Survei ini memperkuat bukti-bukti pelanggaran berat terhadap hak-hak pekerja, termasuk kerja paksa dan perdagangan orang. Survei ini mendukung misi ILO untuk menghapuskan kerja paksa melalui Program 8.7 Accelerator Lab dan selaras dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh Inisiatiaf Keadilan Biru, mitra ILO.

Survei ini menyoroti sembilan temuan utama yang terkait dengan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja.

Perekrutan dan migrasi: Proses rekrutmen awak kapal perikanan tidak sesuai dengan hukum nasional dan standar ketenagakerjaan internasional, khususnya Konvensi ILO 2007 (No. 188) tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan. Ketidakpatuhan ini meningkatkan risiko jeratan utang, sehingga awak kapal perikanan rentan terhadap kerja paksa dan perdagangan orang.

Kontrak kerja: Lebih dari 90 persen awak kapal perikanan tidak memiliki kontrak kerja tertulis. Rendahnya tingkat literasi dan pemahaman tentang isu-isu terkait kontrak membuat sebagian besar awak kapal perikanan tidak mengetahui hak dan kewajiban mereka, sehingga mereka lebih rentan terhadap eksploitasi.

Waktu kerja: Awak kapal perikanan, dalam besaran yang tidak bisa diabaikan, bekerja dengan jam kerja yang berlebihan. Pola kerja-istirahat yang tidak teratur dalam penangkapan ikan membuat pembedaan antara jam kerja dan istirahat menjadi sulit, sehingga menimbulkan tantangan dalam menegakkan peraturan ketenagakerjaan yang terstandardisasi.

Metode pembayaran: Awak kapal perikanan diberi kompensasi melalui sistem remunerasi yang memungkinkan pemberi kerja untuk berbagi risiko bisnis dengan pekerja mereka seraya memberi insentif pada produktivitas. Bagi hasil tangkapan digunakan untuk membayar dua pertiga upah awak kapal perikanan, dan hampir semua bagi awak kapal perikanan yang bekerja di kapal kecil. Hanya 4,5 persen awak kapal perikanan di 18 pelabuhan yang disurvei diberi kompensasi dengan upah reguler atau kombinasi antara upah reguler dan metode pembayaran alternatif.

Perlindungan sosial: 71 persen awak kapal perikanan tidak terdaftar dalam jaminan sosial terkait ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) dan lebih dari separuh tidak memiliki akses ke jaminan sosial kesehatan (BPJS Kesehatan).

Keselamatan di atas kapal: Awak kapal perikanan menghadapi berbagai bahaya pekerjaan. Dalam survei ini, sebagian besar awak kapal perikanan melaporkan kondisi bahaya yang berkaitan dengan cuaca, APD dan risiko terkait keselamatan, risiko yang berkaitan dengan kondisi teknis kapal dan kurangnya tindakan keselamatan terkait toilet. Faktor risiko lainnya termasuk kelelahan yang ekstrem dan konflik antarpribadi di antara awak kapal perikanan di atas kapal.

Kebebasan berserikat dan perundingan bersama: Survei ini menunjukkan tingkat keanggotaan serikat pekerja yang sangat rendah di kalangan awak kapal perikanan, yaitu rata-rata 10 persen. Saat ini, Indonesia tidak memiliki perjanjian kerja bersama (PKB) untuk menetapkan dan mengatur persyaratan kerja bagi awak kapal perikanan atau kelompok awak kapal perikanan tertentu.

Pekerja anak: Pekerja anak masih menjadi masalah yang signifikan di sektor ini. Survei ini menemukan bahwa sekitar 0,7 persen awak kapal perikanan yang diwawancarai - setara dengan lebih dari 600 anak - terlibat dalam pekerja anak di 18 pelabuhan yang tercakup dalam survei. Selain itu, temuan ini menunjukkan bahwa hampir 47 persen dari semua pekerja mulai bekerja di sektor perikanan laut sebelum usia 18 tahun, yang mengindikasikan prevalensi pekerja anak yang mungkin lebih tinggi daripada yang diperoleh melalui wawancara langsung.

Kerja paksa: Sekitar 1.000 awak kapal perikanan ditemukan berada dalam kondisi kerja paksa di 18 pelabuhan yang tercakup dalam survei ini, atau setara dengan 1,5 persen dari total awak kapal perikanan. Awak kapal perikanan yang berada dalam kerja paksa ditahan paspor dan buku pelautnya, menghadapi risiko kehilangan pekerjaan, pemotongan gaji atau kekerasan fisik karena menyuarakan keluhan dan tidak dapat pergi karena memiliki utang kepada pemilik kapal, kapten kapal atau agen. Bentuk-bentuk pemaksaan ini digunakan untuk memaksa awak kapal perikanan bekerja dalam kondisi yang tidak mereka setujui, termasuk lingkungan berbahaya yang membuat mereka takut akan keselamatan dan kesehatan mereka, jam kerja yang kejam dan kondisi kerja yang buruk. Awak kapal perikanan terkadang direkrut dengan janji-janji palsu dan melaporkan bahwa pemilik kapal atau kapten kapal mengambil keuntungan dari mereka.

Berdasarkan temuan-temuan utama tersebut, survei ini menyoroti sepuluh tindakan prioritas yang perlu dipertimbangkan oleh semua pemangku kepentingan terkait untuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi awak kapal perikanan nelayan di sektor perikanan tangkap laut Indonesia:

1. Menyelaraskan undang-undang nasional dengan standar ketenagakerjaan internasional, khususnya mengenai pekerjaan yang layak di sektor perikanan tangkap laut.

2. Menegakkan standar perekrutan yang adil sebagaimana diatur dalam undang-undang nasional dan selaras dengan standar internasional.

3. Mengatasi tingginya tingkat informalitas di sektor ini, dengan mempromosikan dan mewajibkan semua awak kapal perikanan memiliki perjanjian kerja laut.

4. Meningkatkan keterampilan kerja dan penguasaan teknologi bagi awak kapal perikanan.

5.Memperkuat literasi dan kesadaran awak kapal perikanan akan perlindungan sosial dan menyederhanakan proses pendaftaran dengan mengurangi hambatan administratif untuk mempermudah pendaftaran bagi awak kapal perikanan, terutama yang bekerja di sektor informal.

6. Meningkatkan dan mengawasi pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di atas kapal penangkap ikan.

7. Meningkatkan upaya untuk mengatasi hambatan struktural terhadap serikat pekerja dan meningkatkan suara awak kapal perikanan melalui serikat pekerja dan perundingan bersama.

8. Mengambil langkah-langkah mendesak untuk memajukan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja, termasuk penghapusan pekerja anak, kerja paksa dan perdagangan orang.

9. Menetapkan perjanjian perdagangan untuk memperluas akses ke pasar ekspor, sehingga memungkinkan perusahaan untuk menyediakan lapangan kerja yang lebih stabil seraya mempromosikan praktik uji tuntas dan keselarasan dengan standar kerja yang layak.

10. Memperkuat koordinasi data antar lembaga untuk meningkatkan pengawasan, mendukung pembuatan kebijakan berbasis bukti dan memperkuat perlindungan bagi awak kapal perikanan.

Simrin Singh, Direktur ILO untuk Indonesia dan Timor-Leste, mengatakan bahwa data yang dapat diandalkan, seperti hasil survei ini, adalah kunci dalam mengatasi kerja paksa di sektor perikanan dan dalam merancang kebijakan dan intervensi yang efisien untuk memastikan kondisi kerja yang layak bagi awak kapal perikanan. “Sebagai negara maritim, sektor perikanan merupakan salah satu sektor penting bagi Indonesia. Pelaksanaan survei ini merupakan bentuk dukungan ILO dalam menciptakan kondisi kerja yang aman dan layak sesuai dengan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja yang tidak hanya meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan awak kapal perikanan tapi juga memberikan perlindungan dari kerja paksa dan perdagangan orang di laut,” ungkapnya.

Nawawi, Kepala Pusat Riset Kependudukan, menekankan pentingnya hasil survei ini untuk digunakan pemerintah Indonesia dalam penyusunan kebijakan terkait kerja layak di sektor perikanan tangkap laut. “Hasil survei ini memberikan data yang sangat sangat kaya dan penting sebagai referensi untuk perbaikan tata kelola ke depan kondisi pekerja di sektor perikanan tangkap laut yang lebih baik.” ***(rls)

 
BERITA SEBELUMNYA :
Advertorial
Rabu, 12 Maret 2025

Bupati Siak Ajak Masyarakat Bayar Zakat

Bupati Siak Alfedri kunjungi masyarakat lewat Safari Ramadhan. Sampaikan himbauan bazar zakat.

Galeri
Selasa, 04 Maret 2025

Galeri,
Pimpinan dan Anggota Dewan Hadiri Tepung Tawar Kepala Daerah di LAM Riau

Para kepala daerah hasil pilkada lalu, ditepungtawari LAM Riau. Pimpinan dan anggota DPRD Riau turut menghadiri acara tersebut. Berikut galeri fotonya.

Advertorial
Rabu, 05 Maret 2025

Advertorial,
Pimpinan, Anggota dan Pejabat Sekwan DPRD Riau Hadiri Syukuran Pelantikan Gubri dan Wagubri di Masjid R

Pimpinan, Anggota dan Pejabat Sekwan DPRD Riau Hadiri Syukuran Pelantikan Gubri dan Wagubri di Masjid Raya Annur.

Advertorial
Jumat, 28 Pebruari 2025

Advertorial,
Apresiasi Kinerja, Komisi III DPRD Riau Kunker ke BRK Syariah

Apresiasi Kinerja, Komisi III DPRD Riau Kunker ke BRK Syariah.

Galeri
Sabtu, 01 Maret 2025

Galeri,
Sumardany Zirnata Diambil Sumpah dan Janji sebagai PAW Anggota DPRD Riau

Sumardany Zirnata resmi menggantikan Agung Nugroho di DPRD Riau. Berikut galeri fotonya.

Advertorial
Kamis, 27 Pebruari 2025

Advertorial,
Sambut Ramadhan 1446, Ketua DPRD Riau Gelar Temu Dai Muda dan Ratusan Ulama

Dai muda dan ulama diundang Ketua DPRD Riau. Ramah-tamah menyambut Ramadhan 1446 Hijriyah.

Berita Lainnya

Jumat, 14 Maret 2025

Mahasiswa Desak Bupati Inhil Evaluasi Dinas Perizinan dan Cabut Izin PT PWP


Jumat, 14 Maret 2025

BI Riau Kick-Off Riau Sharia Week 2025


Jumat, 14 Maret 2025

Capella Honda Beri 6 Tips Berkendara Aman dan Nyaman Saat Berpuasa


Jumat, 14 Maret 2025

Defisit Anggaran Capai Rp2,2 Triliun, Dewan Sebut Pemotongan TPP Bukan Solusi


Jumat, 14 Maret 2025

Wakil Bupati Pelalawan Buka Forum Konsultasi Publik RPJMD 2025-2029


Jumat, 14 Maret 2025

Bangun Kedekatan dengan Warga, Polsek Ukui Rutin Gelar Kegiatan Keagamaan


Jumat, 14 Maret 2025

Safari Ramadan ke Masjid Al Mizan, BRK Syariah Serahkan Bantuan, UAS Ajak Masyarakat Menabung


Jumat, 14 Maret 2025

Efisiensi Anggaran, Paskibra HUT RI Bengkalis 2025 Hanya 36 Pelajar, Sisanya TNI Polri


Jumat, 14 Maret 2025

Ketinggian Air Naik, Jalintim KM 83 Masih Diberlakukan Sistem Buka Tutup


Jumat, 14 Maret 2025

Maksimalkan Kesiapan Operasi Ketupat Lancang Kuning 2025, Ditlantas Gelar Rapat Forum LLAJ 2025


Jumat, 14 Maret 2025

Polres Pelalawan Tangkap Pengedar Narkoba dan Buru Dua Pemasoknya


Jumat, 14 Maret 2025

520 Tiket Mudik Gratis Bersama BUMN 2025 PTPN IV Regional III Ludes


Jumat, 14 Maret 2025

Polda Riau Gelar Pembagian Takjil dan Buka Bersama dengan Awak Media


Jumat, 14 Maret 2025

BRI BO Pekanbaru Sudirman Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis untuk Masyarakat


Jumat, 14 Maret 2025

Polsek Tanah Putih Bagikan Takjil, Wujud Kepedulian Polri di Bulan Ramadhan


Jumat, 14 Maret 2025

BRK Syariah Dukung Riau Sharia Week 2025 dalam Mendorong Ekonomi Syariah


Jumat, 14 Maret 2025

Banjir Sungai Tangian, Puluhan Rumah Warga Kuansing Terendam


Jumat, 14 Maret 2025

10 Tahun tak Tersentuh Pembangunan, Warga Gang Syukurillah Tembilahan Bangun Jalan Secara Swadaya


Jumat, 14 Maret 2025

Safari Ramadan, PT BSP Salurkan Santunan untuk 600 Anak Yatim


Jumat, 14 Maret 2025

Perkuat Sinergi, Polres Rokan Hilir dan Insan Pers Gelar Buka Puasa Bersama