Riauterkini-SIAK - Pemilik lahan yang diklaim milik PT Duta Swakarya Indah (DSI) di tiga kecamatan di Kabupaten Siak, yakni Kecamatan Mempura, Siak dan Dayun terus bertahan menolak konstatering (pencocokan) dan eksekusi yang rencana akan dilakukan hari ini oleh pihak Pengadilan Negeri (PN) Siak, Rabu (19/10/22).
Masyarakat berkumpul di pintu masuk lahan di jalan Lintas Siak-Dayun, untuk menolak konstatering dan eksekusi yang dilakukan PN Siak.
Disaat yang sama, pihak PN Siak selaku pihak yang akan melakukan konstatering dan eksekusi tidak ada tanda-tanda untuk turun ke lokasi, pihak kepolisian juga tidak tampak.
Massa yang terdiri dari masyatakat, ormas dan lembaga swadaya masyarakat itu terlihat berkumpul dari pukul 07.00 WIB. Namun hingga pukul 12.00 WIB, pihak PN Siak masih tidak terlihat di lokasi.
Salah seorang perwakilan masyarakat Kecamatan Mempura Jaya Masra meminta, Bupati Siak, Gubernur Riau, Kapolri hingga Presiden, untuk mendengar jeritan masyarakat, karena selama ini pihak PT DSI terus melakukan intimidasi kepada pemilik lahan.
"Satu jengkal tanah pun tidak akan kami izinkan untuk dieksekusi, dan selangkah pun kami tidak akan mundur dari intimidasi PT DSI," kata Jaya Masra.
Jaya Masra mengatakan, masyarakat pemilik lahan berharap kepada pembuat keputusan untuk membela masyarakat, karena sejauh ini jelas-jelas PT DSI sudah mengambil hak dari masyarakat.
Senada hal itu, Manan (60) warga Kelurahan Sungai Mempura Kecamatan Mempura menceritakan, ia memiliki lahan seluas 4 hektar, lahan itu ia kuasai dulu sewaktu membuka lahan sekitar tahun 1990 an.
"Jauh sebelum PT DSI ini datang, kami sudah punya lahan di sana, kami sudah tanam sawit dan karet. Sejak DSI masuk tahun 2008, lahan kami mulai diserobot, tanaman kami mulai ditumbangkan," kata Manan.
Manan juga mengakui, ia pernah dilaporkan PT DSI ke Polda Riau, dengan tuduhan pencurian buah kelapa sawit.
"Lahan kita punya, kemudian tanaman kita yang tanam. Tetapi dituduh saya mencuri kelapa sawit mereka," kata Manan.
Meski 2 tahun terakhir ini, ia sudah mulai bisa menguasai lahannya, tetapi ia mengaku masih mendapat gangguan dari pihak PT DSI.
"Tentu saya ketakutan karena kami orang awam, apalagi kami ini tidak pernah berurusan dengan aparat penegak hukum. Setelah saya dipanggil Polda, saya sempat sakit," kata Manan.
Selain itu kata Manan, akses masuk ke kebun awalnya jalan tersebut merupakan jalan masyarakat, setelah PT DSI masuk, mereka ambil alih dan memperbaiki jalan tersebut.
"Namun, jalan tersebut dibelokkan ke depan kantornya, supaya bisa memantau siapa saja yang keluar masuk. Kemudian jalan lama ditutup dan bahkan ditanam sawit di jalan tersebut. Hasil panen kami, mau tidak mau kami keluarkan lewat jalan lain, kebetulan ada jalan warga Siak tetapi kami terpaksa memutar agak jauh," kata Manan.
Kuasa hukum pemilik lahan sunardi mengatakan, penolakan yang dilakukan oleh masyarakat atas konstatering dan eksekusi lahan yang dilakukan PN Siak dinilai tidak tepat sasaran.
"Sasaran eksekusi sesuai putusan adalah PT Karya Dayun, sedangkan objeknya sasaran yang mau di eksusi itu bukan PT Karya Dayun dan itu sudah dipertegas oleh BPN," kata Sunardi.
Untuk diketahui kata Sunardi, PT Karya Dayun tidak mempunyai lahan, yang mempunyai lahan adalah masyarakat. Kemudian kata Sunardi, Km 8 Dayun tersebut bukan di lokasi yang saat ini berdiri, melainkan Km 8 Dayun itu ada di Mempura dekat SPBU Mempura.
"Dari dua ini saja jelas penepatan konstatering dan eksekusi sudah tidak tepat sasaran," kata Sunardi.
Sunardi juga mengatakan, pihaknya juga telah membuat laporan ke Kejati Riau perihal temuan indikasi suap oleh PT DSI. "Bukti-bukti sudah kami lampirkan juga ke Kejati Riau," terangnya.
Sunardi mengatakan, sejak putusan 2016 hingga sekarang, PN Siak sudah berulang kali untuk mencoba melakukan konstatering dan eksekusi, tetapi tetap gagal karena mendapat penolakan tegas dari masyarakat.
"Kami meminta kepada pemerintah Kabupaten Siak untuk mengkaji ulang segala izin yang telah dikeluarkan, karena aturan hukum di dalam itu ada rumah warga, lahan warga dan itu bukan bagian dari PT DSI," kata Sunardi.
Sunardi juga mengatakan, PN Siak telah melakukan blunder besar dan membuat keputusan keliru. Dan Sunardi menilai, PN Siak telah melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh daerah.
Lahan 1.300 hektar tersebut kata Sunardi, di dalam putusan tidak ada titik koordinat yang mau di eksekusi, dan jika dipaksakan maka terkesan dipaksakan dan salah sasaran.
"Setelah putusan, baru mencari lahan yang mau di eksekusi, itu kan lucu," terang Sunardi.
Sebelumnya PN Siak menjadwalkan melakukan constatering dan eksekusi putusan dalam perkara Nomor 04/Pdt.Eks-Pts/2016/Pn Siak.
Sementara itu, Humas PN Siak Mega Mahardika saat dikonfirmasi melalui via seluler terkait konstatering dan eksekusi belum memberikan jawaban.***(adji)