Riauterkini - TELUKKUANTAN - Budaya Pacu Jalur, bukan hanya sekedar perlombaan untuk mencapai kemenangan, namun, yang lebih terpenting adalah memelihara nilai kesakralan budaya sebagai identitas dan jati diri daerah.
Demikian dikatakan Datuak Sirajo Dinardin, Ketua harian Lembaga Adat Nagori (LAN) Kuantan Singingi, saat menjawab riauterkini.com terkait pro dan kontra terbitnya Perbup nomor 26 tahun 2025 tentang penyebutan sponsor Pacu Jalur oleh Kementator saat laga berlangsung.
Dikatakan Datuak Sirajo, menjaga kesakralan budaya sangat penting untuk melestarikan identitas dan warisan budaya suatu masyarakat, sebab dalam budaya Pacu Jalur, mengandung filosopi tinggi yang tidak mudah disusupi pembaharuan datang belakangan.
"Bukan berarti kita menolak suatu pembaharuan. Namun, ada kesakralan yang mesti dijaga, ini mesti difahami generasi sekarang," ujar Datuak Sirajo, Dinardin, Ahad (13/7/2025) dalam keterangannya.
Terbitnya Perbup nomor 26 tahun 2025, kata Datuak Dinardin, ini menandakan kepedulian Pemkab dalam memelihara kesakralan budaya, langkah ini menurutnya perlu disuport, tanpa dijadikan komoditas politik, sebab akan berbenturan di tengah-tengah masyarakat.
"Budaya jangan sampai diseret-seret ke ranah politik, untuk kepentingan sesaat, sebab akan menimbulkan pro dan kontra, dan mengorbankan budaya sebagai alat untuk menyudutkan," katanya.
Karena Pacu Jalur, kata Datuak Dinardin, saat ini sudah menjadi konsumsi dunia, setiap tahunnya orang luar datang ke Kuansing, maka keasliannya wajib dijaga, seperti penyebutan asli nama Jalur, yang diambil dari nama-nama yang memiliki sejarah suatu daerah, pemberiannya pun melalui rapat bersama dan didoakan saat pelayuran Jalur.
"Sehingga dengan menjaga keaslian ini, orang akan menilai, bahwa budaya ini, benar-benar milik orang rantau kuantan, tanpa diklaim pihak lain, ini yang mesti menjadi faham mendasar bagi anak jati diri Kuansing," katanya mengingatkan.
Terkait, sponsor, Pemkab katanya tidak melarang penulisan di badan jalur, pendayung maupun atribut, dengan arti kata pemerintah daerah terbuka dengan pembaharuan, tanpa melupakan kesakralan budaya. Ia pun mensuport peran sponsor dalam budaya pacu jalur, tanpa mencederai kesaksaralannya.
Kepada generasi muda, dirinya berpesan agar mengenal dan memahami nilai-nilai tradisi budaya dan ritual budaya yang sakral. Menghormati dengan mengikuti tradisi yang telah ada sejak lama, serta tidak melakukan perubahan yang dapat merusak kesakralan budaya itu sendiri.
"Nilai-nilai budaya mesti diketahui generasi muda, sehingga mereka dapat memahami dan menghargai kesakralannya," sebut Datuak Dinardin.
Dengan menjaga kesakralan budaya, maka generasi muda akan dapat melestarikan identitas budaya. Menghargai warisan leluhur dan menghormati tradisi yang telah berusia ratusan tahun, hingga saat ini sudah memasuki perhelatan ke 120 tahun.
"Menjaga kesakralan budaya memerlukan kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat, serta dukungan dari pemerintah dan lembaga-lembaga terkait," sebutnya.
Lebih lanjut Datuak Dinardin, menjelaskan, tradisi dan budaya yang selama ini melekat di jalur harus dipertahankan keasliannya, seperti tukang onjai (penari buritan) tukang timbo ruang (komando tengah) togak luan (tukang tari haluan) harus berpakaian adat (melayu).
"Tukang timbo ruang, pakai upiah pinang (pelepah pinang) dan memberikan semangat ke anak pacuan, togak luan, di tangannya pakai arai pinang (bunga pinang), haluan jalur di selimuti dengan kain warni warni itu ciri budaya di jalur," pintanya.
Ia berharap tradisi ini bisa dipertahankan sampai ke anak cucu, dan lebih terpenting katanya harus saciok bak ayam (satu suara seperti anak ayam) sadonciang bak bosi (senada seperti lengkingan besi) tidak bertingkah, tujuannya untuk mempertahankan budaya dan adat istiadat.
"Karena budaya yang tinggi tak lapuak dek hujan (tak lapuk oleh hujan) tak lokang dek pane (tidak lekang karena panas) dengan harapan tupian indak dianjak urang mandi (tepian mandi tidak diganti orang lain) Nagori Indak di alia oleh urang lalu (Negeri tidak diubah orang datang)," jelasnya.
Selain orang adat Ikatan Keluarga Kuantan Singingi (IKKS) Pekanbaru, juga mendukung Perbup nomor 26 tahun 2025 dengan tujuan menjaga kesakralan budaya Pacu Jalur.
"Kami mendukung Perbup yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Kuansing. sama-sama menjaga kesakralan tradisi pacu jalur ini dari asal daerah masing-masing jalur," ujar Ketua IKKS Drs. H. Raja Rusdianto.
Senada Pemuda Muhammadiyah, Kuansing, juga mendukung langkah Pemerintah menerbitkan Perbup nomor 26 tahun 2025.
"Aturan ini sudah jelas dan tidak memerlukan perdebatan panjang. Sponsor tidak dilarang. Yang diatur hanya larangan memasukkan nama sponsor ke dalam nama resmi jalur yang diumumkan atau didaftarkan ke panitia," ujar Safry Andi, Sekretaris Pemuda Muhammadiyah Kuansing.
Dukungan serupa juga disampaikan anak jati diri Kuansing, di Jakarta, Eka Zulmansyah, ia pun mendukung langkah Pemkab, dalam menjaga kesakralan budaya.
"Jangan dicampur adukkan, kesakralannya harus tetap dijaga, sebab pacu jalur ini sudah mendarah daging bagi orang Kuantan," katanya.
Terkait polemik ini perihal penyebutan nama sponsor, tokoh mudah Kuansing, Rizki JP Poliang, SH. MH yang merupakan lawyer kondang menimpali, bahwa pada prinsipnya sponsor dan jalur jalur yang disponsori, tidak ada kaitannya dengan panitia/penyelenggara.
"Panitia/penyelenggara hanya bertugas mencatat dan menghimpun nama-nama jalur yang mendaftar," katanya.
Terkait Perbup no 26 tahun 2025 Rizki, berpendapat, langkah ini menurutnya bentuk kesadaran pemerintah dalam menjaga originalitas budaya pacu jalur, sangat perlu kiranya nilai filosofis yang terkandung dalam nama sebuah jalur itu tetap dipertahankan sebagaimana dahulunya budaya ini lahir.
"Meskipun sposorship di mungkinkan untuk di tuliskan di badan jalur, baju, maupun pendayung, sebaiknya jangan di satukan menjadi sebuah nama dari jalur tersebut, karena ini untuk menjaga kemurnian identitas budaya pacu jalur itu sendiri," katanya.
Bupati Kuansing, Dr. H. Suhardiman Amby, MM, mengatakan nama jalur itu diberi pada acara yang sangat sakral, yang disebut malam mandiang (melayur) jalur, semalam suntuk. "Itulah nama aslinya yang tak boleh di ubah/diumumkan dalam pergelaran Budaya yang biasanya ritual keagamaannya di doakan orang satu Nagori. (Lokal widom)," terangnya.
Perkara seponsor pemerintah menyambut baik dan berterima kasih atas bantuan dan sumabangan sukarela para donatur, akan tetapi mestinya menyumbang secara ikhlas, ( tidak harus di umumkan komentator di pengeras suara, karena ini acara pacu rayon / agenda resmi pemerintah setiap tahun).
"Donatur membantu harusnya dengan niat mendukung lestarinya Budaya pacu jalur, menyumbang atas dasar kesadaran cinta kelestarian budaya (tidak ria) silahkan pasang di dinding jalur, di pendayung, kostum anak jalur, baleho dan spanduk di kajang jalur," pungkasnya.*** (Jok)