Riauterkini - TELUKKUANTAN - Masyarakat Kuansing, sangat mengapresiasi langkah nyata Lembaga Adat Nagori (LAN) Kuansing dan Ikatan Keluarga Kuantan Singingi (IKKS) Pekanbaru mendeklarasikan serta mengeluarkan petisi perang terhadap keberadaan PETI di wilayah Kuantan Singingi.
Namun, upaya untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal yang jadi penyebab rusaknya lingkungan di aliran Sungai Kuantan, dengan menerbitkan petisi dan himbauan deklarasi tentu belum cukup tanpa dibarengi aksi.
Apa sebab demikian, karena akar permasalahannya berada di wilayah Sumbar, tepatnya di Kabupaten Sijunjung, aliran Sungai Palangki dan Ombilin, yang merupakan Hulu Sungai Kuantan.
Aktivitas ini lah penyebab keruhnya Sungai Kuantan, selama puluhan tahun. Hal ini terungkap ketika dilakukan operasi PETI besar-besaran di seluruh wilayah Kuansing, oleh Polda Riau, dalam menyambut helat akbar Pacu Jalur, budaya Rantau Kuantan yang mengguncang dunia.
Hasil operasi ini, tidak membawa dampak perubahan pada Sungai Kuantan, karena kondisi air masih tetap keruh, meski keberadaan PETI di Kuansing, sudah benar-benar zero. Ketika ditelusuri lewat citra satelit akar permasalahannya berada di wilayah Kabupaten Sijunjung.
Di wilayah ini, terpantau aktivitas PETI beroperasi dalam skala besar, berdasarkan data yang diungkap Ketua Walhi Sumbar, Wingki Purwanto, ke publik lewat live Padang tv terdapat lebih kurang 116 titik tambang ilegal tanpa tersentuh hukum sedikitpun.
Terkait kerusakan di sepanjang DAS Kuantan ini, pakar lingkungan Dr. Elviariadi, M.Si menyarankan Pemkab Kuansing, agar menjalin MoU dengan Polda Sumbar dan Polda Riau, dalam memberantas PETI baik yang berada di Sungai Kuantan maupun yang berada di wilayah Sumbar.
"Pemkab Kuansing bersama Polda Riau, dan Polda Sumbar, harus membuat pembentukan Satgas Penertiban PETI dengan stakeholder, Ninik Mamak Kuansing, Dinas LH, BP DAS Kemen Kehutanan, Dinas PUPR (yang membidangi sungai)," ujar Dr. Elviariadi, M.Si, Jumat (5/9/2025) pagi.
Dikatakan Dr. Elviariadi, M.Si dalam menangani kerusakan ini, harus dua Polda ini yang bergerak, melalui satgas yang dibentuk. "Satgas itu yang harus mengungkap, terutama pemodal, namun, mesti dimaksimalkan," sarannya.
"Satgas harus di brainwashing agar kerja serius, tulus ikhlas mengangkat sampai ke akarnya. Polda Sumbar harus di ketuk hatinya," kata Dr. Elviariadi, yang selalu menjadi pakar ahli diberbagai kasus lingkungan ini.
Sebab, semua kejahatan terorganisir. Termasuk mafia tanah." agaknya para penjahat itu terbuat dari Tanah Sengketa," ucapnya sembari berkelakar.
Karena menurutnya, tanpa langkah terorganisir dan permanen, dengan membentuk satuan tugas atau gugus tugas yang tugas nya Extra Ordinary. Maka Para Cukong akan tetap bermain.
"Pasang baliho besar besar di tempat strategis. Perangi Penjahat PETI. Hukum Adat dan KUHP Menanti," katanya.
Selain itu, ia menyarankan Pemkab Kuansing, harus menyurati Pemkab Sijunjung, soal penghentian PETI di Hulu Sungai, di Ombilin dan Palangki. Karena DAS Kuansing dan Sumbar dalam satu aliran, dalam UU No 32 tahun 2009 disebut Ekoregion.
Jika terjadi pembiaran, maka katanya bisa dijerat pidana perusakan lingkungan yang diatur dalam UU No 32 tahun 2009. Mengenai DAS ini jika melalui dua Provinsi kewenangannya pusat. Jika dua kabupaten maka kewenangan Provinsi.
"Untuk kewenangan pemeliharaan lingkungan ada di DLHK Provinsi, DLH Kabupaten, dan Kementerian LHK. Tapi ini cukup di daerah saja itu bisa," terangnya.*** (Jok)