Riauterkini-PEKANBARU- Efesius S, SH selaku kuasa hukum terdakwa dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) dan Hibah tahun 2013 di Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah (Setda) Kota Dumai, beberapa kali ditegur hakim. Karena salah sebut saat memintai keterangan kepada saksi.
Ucapan anggota Tim Anggaran Pemerintahan Daerah (TAPD) yang seharusnya ditanyakan kepada saksi, malah disebut TPAD, yang merupakan singkatan berbeda dengan TAPD.
Akibat sering salah ucap singkatan tersebut, kuasa hukum terdakwa beberapakali ditegur hakim. Sebab, saksi juga bingung untuk menjawabnya.
Hal itu terungkap pada sidang lanjutan perkara korupsi bantuan dana sosial (Bansos) dan Hibah tahun 2013 dibagian Kesra, Pemko Dumai, di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Jumat (20/9/24).
Bermula, H Paisal yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Dumai dengan terdakwa Riski Kurniawan Tri Sahputra dan Syufri Agus,
Kuasa hukum terdakwa yang diberi kesempatan untuk bertanya kepada saksi terkait bagaimana proses pencairan dana bansos hingga diserahkan kepada kelompok penerima tersebut, seringa mengucapkan kata TAPD menjadi TPAD, sehingga saksi H Faisal, yang merupakan Kepala Bagian (Kabag) Kesra Tahun 2013 silam itu, sempat bingung dalam memberikan jawaban. Sehingga majelis hakim mengingatkan kepada kuasa hukum terdakwa untuk menyampaikan pertanyaan dengan jelas agar dapat dipahami saksi.
" Tim kuasa hukum mengucapkan kata TAPD itu harus jelas, jangan TPAD terus, karena saksi juga bingung," ucap Jhonson Prancis SH, selaku ketua majelis hakim yang mempimpin sidang.
Ucapan dari kuasa hukum terdakwa tersebut, sempat mengundang tawa para pengunjung sidang.
Selain saksi H Paisal, JPU Herlina Samosir SH MH, dkk, juga menghadirkan saksi dari auditor BPKP Provinsi Riau, Muhammad Riyanto.
Usai mendengarkan keterangan kedua saksi yang dilaksanakan secara virtual tersebut, sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Seperti diketahui, Riski Kurniawan Tri Sahputra yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Perpustakaan Kota Dumai, dan Syufri Agus, anggota DPRD Kota Dumai periode 2009 – 2014 dihadirkan kepersidangan atas perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukannya.
Berawal ketika Pemko Dumai menganggarkan dana Bansos dan Hibah Tahap III Tahun 2013 sebanyak Rp4.870.000.000. Dana yang dibagikan untuk 143 kelompok penerima, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Majelis Taklim tersebut terdapat 7 proposal penerima bansos dan hibah melalui terdakwa Riski. Sementara melalui terdakwa Syufri Agus sebanyak 15 proposal.
Jumlah besaran uang Bansos yang diterima kelompok LSM dan majelis taklim itu bervariasi. Namun oleh kedua terdakwa, dana itu mereka potong setiap kelompok penerima.
Dari hasil pemotongan itu, terdakwa Riski mendapatkan keuntungan Rp81,7 juta. Sedangkan terdakwa Syufri Agus menerima Rp200 juta.
Akibat perbuatannya itu, para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 ten tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.(har)