Riauterkini - TELUKKUANTAN - Langkah pemerintah Provinsi Riau, mengajukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) ke Kementerian ESDM sangat lah tepat guna memberikan jaminan hukum bagi pekerja tambang di Kuansing.
Namun, upaya ini mesti diiringi niat tulus tanpa ada muatan politik di belakangnya untuk tujuan pencitraan. Rencana ini mesti didukung persyaratan yang terakumulasi secara jelas, tidak mengada-ngada demi mencari simpati publik seakan-akan sangat peduli.
Terakumulasi dalam artian terkumpul atau terhimpun dalam satu konsep seperti data tambang yang akan dikelolah melalui kajian survey geologi awal untuk mengidentifikasi area dengan deposit mineral potensial dan berdampak signifikan pada ekonomi masyarakat.
Seperti diungkapkan Gubernur Riau, Abdul Wahid, beberapa waktu lalu, saat kunjungan ke Kuansing, memantau lokasi PETI di Desa Pintu Gobang Kari Kecamatan Kuantan Tengah, Pemprov katanya telah mengajukan WPR ke pemerintah pusat sebagai solusi dari penertiban aktivitas PETI.
Terkait rencana ini pakar lingkungan Riau, Dr. Elviariadi, M.Si berpendapat bahwa wacana ini, merupakan langkah yang telat karena lingkungan sudah rusak parah dari aktivitas PETI.
" WPR ini wacana yang sudah terlambat. Jadi tidak ada alasan membuat ini itu," kata Dr. Elviariadi, kepada riauterkini.com, Jumat (12/9/2025) via WhatsApp.
Dimana saat ini, katanya daya dukung lingkungan sudah over eksploitasi dan over eksplorasi. Jika dari dulu, menurutnya mungkin masih bisa.
"Saya dukung lingkungan, dan daya tampung di Sungai Kuantan sudah tidak memadai lagi," katanya.
Kini DAS Kuantan kata DR. Elviariadi, sudah terdegradasi, bahkan sampai ke daratan, milik warga dan hutan adat Jake, serta kontur Sungai Kuantan, sudah tergerus dan sedimentasi. Karena terjadi pendangkalan, bahkan rata dengan tebing.
"Jadi sudah terlambat mau buat WPR, yang semangat itu cukong. Nanti pemodal (cukong) juga yang main. Rakyat jadi pekerja," ungkapnya.
Lebih jauh Dr. Elviariadi, menyebutkan Eco-Serakahnomics, perilaku ekonomi yang serakah namun tetap memperhatikan aspek lingkungan.
Dan tetap berusaha menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan, meskipun dengan penekanan pada perilaku serakah atau eksploitatif terhadap sumber daya alam.
Konsep yang mesti diterapkan, katanya ekonomi hijau, pendekatan ekonomi yang mempertimbangkan dampak lingkungan dan berusaha untuk mengurangi kerusakan ekologis sambil tetap mencapai pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan berkelanjutan, dengan konsep pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Keseimbangan Ekonomi dan Ekologi Menemukan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan seringkali menjadi tantangan, terutama ketika perilaku serakah atau eksploitatif mendominasi pengambilan keputusan ekonomi.
Maka diperlukan kebijakan dan regulasi yang kuat untuk memastikan bahwa praktik ekonomi tidak merusak lingkungan dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
"Dengan memahami konsep ini, kita dapat lebih bijak dalam mengelola sumber daya alam dan memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan untuk masa depan yang lebih baik," pungkasnya.*** (Jok)