Riauterkini-PEKANBARU-Komisi V DPRD Riau kembali menggelar Rapat dengar pendapat (RDP) dengan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) digelar, Senin (20/03/2023). Direktur Utama PHR, Jaffee Suardin kembali tak hadir pada RDP tersebut.
Pejabat PT PHR yang hadir pada RDP Komisi V DPRD Riau di antaranya EVP Upstream Business Edwil Suzandi, EVP Business Support Irfan Zaenuri, serta VP Corporate Affairs Rudi Ariffianto.
Walaupun tanpa kehadiran Jaffee, rapat tetap dilanjutkan dengan agenda Komisi V meminta penjelasan terkait kecelakaan kerja di lingkungan PT PHR.
RDP Komisi V DPRD Riau kali ini masih seputar 11 kecelakaan kerja di wilayah kerja PT PHR. Dalam RDP tersebut, PT PHR sempat dicecar beberapa pertanyaan. Salah satunya soal pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di wilayah kerja PT PHR yang terjadi 11 kejadian kecelakaan kerja.
EVP Upstream Business, Edwil Suzandi dalam keterangan mengatakan PT PHR melanjutkan kontrak dari perusahaan sebelumnya. Sehingga tidak bisa serta merta menetapkan standarisasi K3.
"Ibarat mobil, begitu beli kita tidak sempat melakukan check up, langsung serahkan kunci. Pengecekan kita lakukan paralel. Setelah kita di dalam, baru kita lakukan perbaikan satu persatu," kata Edwil.
Edwil mengatakan, di masa mirroring contract ini pun PT PHR juga melihat contractor safety management system (CSMS) apakah kontraktor yang terikat kontrak sudah memenuhi itu.
"Berlaku persis seperti kontraktor lama, makanya kami menyebutnya mirroring contract. Tentu yang bisa kita lakukan adalah mengkaji dokumen yang ada, bahwa dia sudah melakukan pengawasan sesuai standarisasi Pertamina," kata dia.
Ia juga mengatakan, PT PHR melakukan Medical check up, daily check up pekerjanya dan menemukan banyak pekerja yang tidak sehat. Meski begitu, ia mengatakan PT PHR tidak bisa melakukan tindakan memberhentikan pekerja tersebut.
"Kita lakukan Medical check up hingga treadmill. Ada konsekuensi, medical check up masih banyak yang tidak lolos untuk bekerja. Kami tentu tidak bisa menanggung mereka semua saat mereka tidak bekerja, ini kan tanggung jawab mitra kerja mereka," jelasnya.
Mitra yang Lalai Bisa Diblacklist
EVP Upstream Business PHR Edwil Suzandi menjelaskan, PHR menerapkan berbagai kebijakan dalam upaya meningkatkan aspek keselamatan kerja dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja, di antaranya penerapan aspek Keselamatan, Kesehatan dan Peduli Lingkungan (HSSE) Golden Rules yakni Patuh, Intervensi dan Peduli yang harus dipahami oleh seluruh pekerja dan mitra kerja PHR.
Selain itu, lanjut Edwil, PHR juga menerapkan kebijakan Corporate Life Saving Rules (CLRS), yakni elemen-elemen khusus yang harus dipatuhi di area kerja WK Rokan. “Di mana aktivitas bekerja misalnya terkait pemboran ataupun lifting itu ada aturannya. Pekerja harus pastikan secara analisanya apakah itu aman atau tidak,” ujar Edwil.
Ia menambahkan, PHR juga gencar mengkampanyekan agar seluruh pekerja bisa kembali ke rumah dengan selamat setelah bekerja.
Sebagai perusahaan yang menjadi tulang punggung energi nasional, saat ini ada 77 rig aktif di WK Rokan dengan total pekerja PHR sebanyak 37 ribu orang, di mana sebanyak 35 ribu pekerja merupakan mitra kerja sedangkan 2 ribu lainnya merupakan pegawai PHR sebagai bagian komitmen menyerap tenaga kerja untuk perputaran roda perekonomian khususnya di Riau.
“Dengan tingginya kesibukan dan banyaknya jumlah pekerja PHR, komitmen untuk keselamatan kerja tetap menjadi prioritas kami. Kami tidak akan mengizinkan aktivitas yang dirasa tidak aman untuk dilanjutkan,” kata Edwil.
Edwil juga menegaskan pihaknya terus melakukan evaluasi dan belajar dari kejadian yang yang ada di PHR beberapa waktu belakang. Termasuk di antaranya melakukan pengawasan dan pengecekan kembali tingkat kesehatan para pekerja (medical check-up) untuk mengantisipasi terjadinya penurunan kualitas kesehatan saat bekerja.
Bahkan, lanjut Edwil, PHR menyediakan ambulans yang siaga di lokasi kerja dengan tingkat risiko kerja yang tinggi. “Ini upaya kami apabila ada kecelakaan kecil bisa langsung ditangani, dan kalau berat kami bisa langsung bawa ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap,” terangnya.
Edwil juga menegaskan, apabila ada mitra kerja yang tidak patuh terhadap kebijakan yang diterapkan PHR, maka sanksi bisa diterapkan hingga tidak bisa lagi bermitra dengan Pertamina.
“Tentunya ada sanksi, tidak boleh lagi bekerja sama kami di seluruh aktivitas di Pertamina. Makanya dalam pemberian sanksi ini kami hati-hati dan ini ada proses investigasi dari holding pertamina. Dalam hal ini PHR bekerja sama dengan Dinas Ketenagakerjaan dan SKK Migas bersama-sama lakukan investigasi dan audit,” jelas Edwil.
Lakukan Inspeksi Rig, Pastikan Keamanan Kerja
Tak hanya itu, terkait peralatan kerja, PHR juga melakukan pengecekan dan pengawasan ulang, meningkatkan frekuensi kunjungan kerja secara acak (random) dan tidak terprediksi (incognito) yang melibatkan manajemen PHR WK Rokan. Dan bila didapati ada peralatan yang dinilai tidak mumpuni, maka dilakukan penghentian pekerjaan hingga peralatan kembali dinyatakan laik untuk digunakan. Bahkan, dari hasil pengecekan, ditemukan ada 6 rig yang dinyatakan hingga kini tidak laik beroperasi dan harus segera dibenahi.
“Untuk pekerja di lapangan minimal sudah memiliki sertifikat. Dari pemerikaan yang kami lakukan, ditemukan 6 rig yang sampai ini tidak kami izinkan bekerja karena alatnya tidak laik,” kata Edwil.
“Kita sadari kecelakaan kerja ini terjadi dari sisi alat. Pertengahan Februari kami hentikan operasi selama dua minggu, kami verifikasi kembali alat yang ada. Ini keputusan sulit. Ini harus dilakukan untuk memastikan keselamatan,” imbuhnya.
***(H-we)