Riauterkini-PEKANBARU-Memasuki ruangan berpendingin bernama Core Description Room itu, kita akan langsung dihadapkan pada ratusan gelondongan contoh inti (core) batuan dari perut bumi. Panjangnya tiga kaki atau sekitar satu meteran, tersusun rapi di atas lima deret meja panjang di ruangan itu.
Aneka jenis batuan ada di sana, semuanya berasal dari sumur-sumur yang digali PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di seluruh wilayah kerjanya yang seluas 6.200 kilometer persegi (delapan kali lebih luas dari Negara Singapura) itu, meliputi tujuh kabupaten/kota di Provinsi Riau.
Sekilas, itu terlihat seperti sekumpulan batu dalam pipa paralon biasa. Namun percayalah, ini bukan sembarang batu. Ini batu dari kedalaman perut bumi. Diambil untuk diteliti para ahli di laboratorium, untuk menentukan jenisnya, kandungannya dan yang terpenting, apakah suatu kawasan itu mengandung cadangan minyak atau tidak.
Dan itu bukan kerja sehari dua hari. Butuh berhari-hari, bahkan ada yang hingga tahunan untuk menghasilkan suatu kesimpulan.
Bentuk core sample batuan di sini bermacam-macam. Ada yang hancur dalam pecahan kecil-kecil seperti kerikil yang biasa digunakan untuk pengerasan jalan, ada yang seperti pasir hitam pekat dan baru dipakai untuk menyaring minyak pelumas, ada pula yang keras kering dengan permukaan kasar dan tajam.
Saat ini ada beberapa core sample yang sedang dianalisis di ruangan itu, di antaranya dari Lapangan Duri Area 12 dan 13, Lapangan Pematang, Lapangan Balam Southeast, Lapangan Mangga serta Lapangan Balam South.
Satia Graha, Senior Biostratigrapher PHR di Core Description Room, Rumbai, Pekanbaru, mengatakan hal itu, Kamis (17/10/2024) lalu.
Core sample yang ada di sana umumnya merupakan batuan sedimen yang memiliki perlapisan seperti kue lapis. Setiap lapisan itulah yang akan dianalisis alurnya mulai dari warna, tekstur yang meliputi ukuran, bentuk, hingga keseragaman butirannya, juga kandungan mineral dan sifat kimianya serta anomali atau struktur struktur sedimen. Hal ini untuk memperoleh data geologi yang terkandung dalam batuan tersebut.
Selain Satia sebagai biostratigrapher dan empat mitra kerjanya, para geolog dari departemen lain, seperti dari Asset Management Reservoir, Well Development, Asset Reservoir Management, Asset Development, bahkan tim dari Management Exploration juga sering melakukan analisis di labor itu.
“Untuk meminta agar core sample tersebut bisa dianalisis, biasanya mereka mengirimkan e-mail ke tim kami, yaitu tim eksplorasi, meminta dikeluarkan core yang akan dianalisis mulai dari nama sumurnya hingga kedalamannya. Setelah memperoleh izin dari manejer ekspolarasi kami akan mengeluarkan core sample-nya dari gudang penyimpanan. Setelah itu core bisa dianalisis,” jelas Satia.
Mereka akan datang ke Laboratorium Geologi untuk melakukan analisis core sample bahkan mengambil sampel untuk memperoleh data yang diperlukan, misalnya data porositas (rongga dalam batuan), komposisi kimia penyusun batuan, atau data lainnya.
Untuk menunjang kerja para geolog, labor itu dilengkapi dengan slabbing (alat/mesin untuk membelah core sample), fluoroscope (alat untuk melihat kandungan minyak dalam batuan), serta peralatan untuk menunjang preparasi sampel untuk Analisa Biostratigrafi (analisis umur batuan) meliputi fume hood, oven dan mikroskop.
Pengambilan core sample dilakukan dengan menggali sumur eksplorasi dengan alat khusus. Rig dan bor yang digunakan, berbeda dengan rig dan bor yang digunakan untuk mengeksplorasi minyak bumi.
Dijelaskan Satia, penggalian itu memakan waktu yang tidak sebentar, karena setiap tiga kaki, core sample akan ditarik keluar, lalu penggalian dilanjutkan kembali, sampai ke kedalaman yang diinginkan.
Karena proses eksplorasi untuk mendapatkan core sample batuan itu butuh waktu yang tidak sebentar, maka biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Pasalnya, ada core sample yang diambil dari kedalaman lebih dari tujuh ribu kaki di dalam perut bumi. Maka jangan heran, bila satu core sample batuan nilainya bisa lebih mahal satu satu unit mobil.
Satu sumurpun bisa menghasilkan banyak sekali core sample batuan, tergantung kedalaman sumur yang dieksplorasi. Sebaliknya, tidak semua sumur yang pernah digali yang ada core sample-nya.
“Dari 17 ribu titik sumur, hanya sekitar 10 persennya yang memiliki core sample. Sisanya hanya memiliki cutting (sampel gerusan batuan yang terjadi selama proses pengeboran) serta sidewall core atau sampel yang diambil dari kedalaman tertentu saat sudah memiliki lubang sumur,” jelas Satia lagi.
Bila sumur yang digali ternyata tidak ada minyaknya, maka sumur itu akan ditutup kembali, demi menjaga keamanan. Jika sumur itu dilakukan coring (pengambilan core sample), maka sampel itu akan disimpan.
Sementara bila ada minyaknya, maka akan dilakukan penelitian luas sebarannya dan dikaji apakah memiliki nilai ekonomis atau tidak.
“Jika ekonomis, akan dilanjutkan dengan beberapa tes untuk kemudian biasanya berlanjut kepada rencana pengembangannya,” terus Satia.
Selain menghasilkan informasi tentang kandungan minyak di satu titik sumur, para ahli di bagian ini juga dapat memberikan informasi lain seperti perlakuan yang paling tepat terhadap jenis batuan saat bagian eksplorasi mengalami kendala di lapangan.
“Dengan mempelajari core sample yang diambil dari sumur tersebut, kita bisa tahu jenis batuannya, usianya dan perlakuan yang tepat untuk mengatasinya,” katanya.
Core Sample Tertua
Secara umum, daerah yang mengandung minyak bumi dapat dilihat dari tampilan luarnya yang relatif stabil, artinya jauh dari sumber panas bumi dan letusan gunung berapi. Riau memiliki ciri-ciri tersebut, karena berada di belakang deretan gunung berapi di Pegunungan Bukit Barisan. Berbeda dengan Sumatera Barat yang berada di bagian depannya, yang sering mengalami gempa bumi ataupun letusan gunung berapi.
Penelitian akan struktur batuan di Riau telah dilakukan jauh sebelum Indonesia merdeka. Di Laboratorium PHR ini, masih tersimpan core sample tertua yang pernah digali oleh para geolog asing pada 1938 di Sumur Sebanga dari kedalaman 970-990 kaki di bawah permukaan bumi.
Core sample batuan dari Sumur Sebanga yang pertama di Riau itu sempat dibawa ke Amerika untuk diteliti karena pada masa itu Indonesia belum lagi memiliki laboratorium yang lengkap dan mumpuni. Namun kini, setelah perusahaan minyak itu diambilalih Pertamina, semua core sample yang sebelumnya berada di Amerika, dikembalikan. Termasuk core sample tertua, yang diambil dari Sumur Sebanga, Duri itu.
“Fakta menariknya, ada 33 kontainer berisi core sample batuan yang berasal dari berbagai sumur dibawa pulang kembali ke Indonesia. Sebanyak 25 coresudah dilengkapi dengan data hasil analisis sementara sisanya core biasa,” jelas Satia lagi.
Keberhasilan membawa core sample dalam jumlah yang sangat besar itu, adalah pengalaman yang paling mengesankan bagi Satia selama 20 tahun menjalani karirnya sebagai biostratigrapher di perusahaan minyak itu.
Setelah itu, eksplorasi demi eksplorasi terus dilakukan hingga kini telah mencapai 173 ribu sumur.
Kini, PHR mengoperasikan 80 lapangan aktif dengan 173.000 sumur dan 35 stasiun pengumpul. Wilayah Kerja (WK) Rokan memproduksi seperempat minyak mentah nasional atau sepertiga produksi Pertamina.
Peningkatan produksi minyak nasional adalah hal yang mutlak wajib dilakukan, mengingat berdasarkan data, sejak 2003 lalu telah terjadi persilangan antara peningkatan konsumsi migas dalam negeri dengan peningkatan produksi. Diketahui, produksi minyak dalam negeri 700 ribu barrel perhari sementara konsumsi 1,4 juta barrel perhari. Artinya, konsumsi dalam negeri sudah meningkat dua kali lipat dibandingkan produksi.
PHR sendiri memang melakukan banyak terobosan untuk meningkatkan produksi minyaknya demi mendorong pencapaian target nasional 1 juta barrel minyak per hari pada 2030 mendatang. Berbagai inovasi dilakukan, termasuk memberdayakan kembali sumur-sumur tua yang produksinya menurun secara natural. Dengan peran serta para ahli geologi dan biostratigrafi, kerja para perwira di bagian eksplorasi menjadi lebih efektif dan efisien. Kendala-kendala yang mereka hadapi di lapanganpun dapat segera diatasi karena campur tangan orang-orang labor yang berkutat dengan core sample dari berbagai sumur itu.
Selain dengan mengaktifkan kembali sumur-sumur tua, PHR juga menerapkan teknologi canggih lain untuk meningkatkan produksinya. Yang terbaru adalah teknologi i-WISE (Integrated-Waterflood & Infill Simplified Evaluator). Ia adalah platform digital yang dirancang untuk mengevaluasi secara cepat dan akurat dalam menentukan kandidat lapangan primer untuk diterapkan metode waterflood.
Proyek pertama hasil analisis i-WISE dilakukan di lapangan eksisting Pager di Kabupaten Rokan Hilir, pada akhir tahun lalu. Hasilnya cukup menggembirakan, karena terjadi peningkatan 1180 barel minyak per hari atau 42 persen lebih tinggi dari total produksi sebelumnya.
“Dengan nilai tambah 29 miliar rupiah, setara dengan hasil produksi lapangan Pager belasan tahun lalu,” ujar Andre Wijanarko, EVP Upstream Business PHR.
Teknologi i-WISE akan dikembangkan karena hasil evaluasi i-WISE juga dapat menjadi solusi dalam memangkas jumlah air terproduksi dari fasilitas produksi, optimalisasi pemanfaatan idle well sebagai sumur injektor, serta memangkas waktu evaluasi lapangan kandidat waterflood hingga 9 bulan lebih cepat dibanding cara konvensional.
PHR telah melakukan pengeboran secara masif dan agresif mencapai 1.200 sumur di Blok Rokan, pasca alihkelola. Pada 2023 PHR berhasil melakukan pengeboran sumur eksplorasi pertama bernama Sumur Sidingin North dengan temuan cadangan minyak baru sebesar 293 bopd. Kemudian 2024, pengeboran Sumur Astrea-1 berhasil mengalirkan minyak sebesar 3000 bopd.
“Pengeboran terus ditingkatkan untuk mencapai target nasional yang sudah ditetapkan oleh negara,” kata Senior Geophysics PT PHR, Mohammad Irfan Saputra Haris.
Kerja para ahli geologi dan ahli biostratigrafi menjadi sangat penting dan strategis, mengingat dari hasil analisis merekalah, kebijakan perusahaan didasarkan. Satia berharap pekerjaannya dan teman temannya para ahli geologi, terutama yang bekerja di bagian eksplorasi, berhasil menemukan cadangan baru sehingga bisa menambah produksi minyak untuk negara kita.***(fitri mayani)
Keterangan foto:
1. Senior Biostratigrapher PT PHR Satia Graha (dua dari kiri) di depan hamparan core sample yang tengah dianalisisnya.
2. Satia Graha di Core Storage yang menyimpan 173 ribu core sample.
3. Core sample tertua, digali dari Sumur Sebanga pada 1938, masih tersimpan hingga saat ini di Core Description Room PT PHR.