Riauterkini-PELALAWAN-Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pelalawan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke kawasan hutan adat Kepungan Sialang Mudo di Desa Betung, Kecamatan Pangkalan Kuras, Senin (20/10/2025). Sidak ini dilakukan sebagai respons atas ketidakhadiran PT Surya Bratasena Plantation (SBP) dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang dijadwalkan membahas konflik lahan antara perusahaan dan masyarakat adat Suku Lubuk.
Sebelumnya, PT SBP menyampaikan surat resmi kepada DPRD yang menyatakan berhalangan hadir dalam RDP. Forum itu semula dirancang untuk mempertemukan pihak perusahaan dengan masyarakat adat Anak Betino Suku Lubuk, serta instansi pemerintah daerah seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pelalawan.
“Ya, kita sangat menyayangkan sikap PT SBP yang hanya mengirim surat berhalangan hadir. Niat kita untuk menyelesaikan masalah ini menjadi tertunda,” kata Ketua Komisi III DPRD Pelalawan, Saniman, S.E., politisi PDI Perjuangan.
Ia menegaskan, karena perusahaan tidak hadir dalam forum resmi, maka Komisi III memilih untuk langsung turun ke lokasi guna melihat situasi di lapangan secara langsung.
Sidak itu mengungkap kondisi lingkungan yang dinilai mengkhawatirkan. Anggota Komisi III DPRD, Marwan, S.H., menyebut kawasan hutan dan belukar lebih kurang seluas 28 hektare yang diklaim sebagai wilayah ulayat Suku Lubuk telah mengalami kerusakan parah. Bahkan, sebagian area di sekitar aliran Sungai Awang Tigo Luluk Hitam telah ditanami kelapa sawit hingga ke bibir sungai.
“Ini tidak bisa ditoleransi. Perusahaan telah merusak lingkungan dan mencederai warisan budaya yang dilindungi turun-temurun oleh masyarakat adat,” ujar Marwan, yang dikenal aktif menyuarakan isu lingkungan dan masyarakat adat.
Surat permohonan RDP yang diajukan oleh Anak Betino Suku Lubuk pada 18 September 2025 menyebut kawasan Kepungan Sialang Mudo sebagai hutan adat yang memiliki nilai sakral dan dijaga secara kolektif oleh komunitas. Perusakan disebut telah terjadi sejak Desember 2024, namun belum mendapat penyelesaian dari pihak berwenang.
Menindaklanjuti hasil sidak, Komisi III DPRD Pelalawan akan menyusun rekomendasi resmi kepada sejumlah lembaga, termasuk DLHK, DPMPTSP, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Riau, Lembaga Adat Melayu (LAM) Pelalawan, serta lembaga sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Kami akan merekomendasikan peninjauan ulang terhadap izin usaha dan sertifikasi perusahaan. Bila perlu, kami minta izin PT SBP dicabut,” tegas Marwan, yang juga politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT SBP belum memberikan tanggapan resmi terkait ketidakhadiran dalam RDP maupun temuan sidak DPRD Pelalawan di lapangan.***(ang)