Riauterkini - TELUKKUANTAN - LSM Suluh Kuansing, secara resmi mendaftarkan gugatan PT. Adimulya Agrolestari (PT. AA) ke Pengadilan Negeri Telukkuantan, atas dugaan kepemilikan lahan seribu Hektar di luar HGU.
"Gugatan PT. AA resmi kita daftarkan, ke Pengadilan Negeri Telukkuantan," ujar Ketua LSM Suluh Kuansing, Nerdi Wantomes, SH, Selasa (4/2/2025) di Telukkuantan.
Nerdi menyebutkan, gugatan PT. AA terdaftar melalui nomor: 3/Pdt.Sus-LH/2025/PN Tlk. Didaftarkan via online lewat layanan resmi PN Telukkuantan, pada pukul 11.02 WIB Selasa 4 Februari 2025.
"Adm pendaftaran awal sudah kita tuntaskan, jadwal sidang perdana juga sudah ditetapkan PN Telukkuantan, yaitu Kamis tanggal 13 Februari mendatang, pukul 9.00 WIB sampai selesai," kata Nerdi.
Tidak hanya gertakan sambal semata, Ketua LSM Suluh Kuansing, yang sudah pengalaman dalam melaporkan kasus - kasus besar di Kuansing ini, benar - benar membuktikan ucapannya.
Nerdi, membeberkan, poin utama gugatan yang didaftarkan, selain dugaan kepemilikan lahan di luar HGU seribu hektar juga dimuat pembangunan kebun dalam kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK).
Dua poin ini menurutnya sangat urgen karena melanggar ketentuan perundang - undangan. Untuk itu, dirinya berharap gugatan ini benar - benar menjadi perhatian serius penegak hukum.
Sebelumnya Nerdi juga menyebutkan, langkah ini menurutnya, sejalan dengan semangat Kejagung RI, melalui, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (JAM-Intelijen) Prof. Reda Manthovani, lewat Sosialisasi Rancangan Peraturan Presiden tentang Penertiban Kawasan Hutan (RPerpres PKH) dalam Zoom Meeting 10 Januari 2025 lalu.
Hal ini, bertujuan, untuk optimalisasi pengenaan sanksi administratif serta percepatan penyelesaian permasalahan tata kelola lahan dan kegiatan pertambangan, perkebunan, dan kegiatan lain di kawasan hutan yang berpotensi hilangnya penguasaan Negara atas kawasan tersebut.
Sebelum terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 138/PUU-XIII/2015, kelengkapan administratif berupa Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) tidak dipersyaratkan untuk dipenuhi secara kumulatif.
Setelah terbitnya putusan a quo, maka kedua persyaratan di atas harus dipenuhi secara kumulatif. "Ini yang dipaparkan JAM - Inteijen Prof. Reda baru - baru ini," kata Nerdi.
Seiring dengan itu, akan dilakukan penyesuaian dalam regulasi Undang Undang yang tercantum dalam Pasal 42 Ayat (1) Undang Undang Cipta Kerja.
Serta diberlakukan juga Pasal 110 Undang Undang Cipta Kerja, dalam Pasal 110B, pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut dan menguasai kembali keseluruhan lahan sawit yang tidak memenuhi standar legalitas.
Terkait RPerpres PKH ini, sebut Nerdi, JAM-Intelijen dalam RPerpres, menyebutkan, telah dibagi bentuk-bentuk penertiban kawasan hutan, yaitu penagihan denda administratif, penguasaan kembali kawasan hutan, dan pemulihan aset di kawasan hutan.
Bahwa klasterisasi didasarkan pada objek kawasan hutannya, yaitu Kawasan Hutan Konservasi dan Hutan Lindung, serta Kawasan Hutan Produksi.
Jika pelaku perusahaan tidak memenuhi persyaratan perizinan, akan dikenakan denda dan diproses sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.
Dengan ketentuan berpotensi dilakukan penguasaan lahan kembali oleh pemerintah.
Kesempatan ini, JAM-Intelijen katanya, mengimbau kepada seluruh personel intelijen di daerah untuk memahami muatan dan klasterisasi Rancangan Peraturan Presiden tentang Penertiban Kawasan Hutan dengan cermat.
"Saya berharap saudara sekalian mempelajari dan memahami hal-hal yang sudah dipaparkan agar dapat melaksanakan beberapa hal terkait verifikasi kesesuaian data dengan klasterisasi objek," pintanya.
"Itu himhauan JAM - Intelijen," ujar Nerdi.
Prof. Reda, kata Nerdi, menyebutkan, Rekapitulasi objek secara berjenjang, dan pemberian saran tindak terkait jenis sanksi yang akan diterapkan berdasarkan klasterisasi objek penertiban kawasan hutan.*** (Jok)